Bukan perpisahan yang kusesali. Tapi kenyataan bahwa si hebat ternyata serendah ini.
Bukan pengkhianatan yang membuatku marah. Tapi apa yang kamu kerjakan, sudah merusak semua memori tentang kita.
Bukan pergimu yang aku tangisi. Tapi aku menyesal, pernah menjadi sangat bodoh, untuk begitu tulus terjerat dalam sandiwara rekayasamu.
Terlalu banyak “harusnya tak begini” yang tersisa. Cerita singkat ini meninggalkan jejak pilu yang mendalam.
Bertubi “oh, pantesan” sekarang. Menyisakan sedih yang tak berujung.
Koq ada ya, manusia kayak kamu?
Keji. Jahat penuh siasat.