Litelenjel's Stories
bercerita tentang rasa yang adatak terucap, bukan berarti tak dirasa..
Karena kita punya hati. Tempat bebas untuk menduga, berprasangka, berpendapat, merasa, dan memelihara mimpi. Wilayah abu-abu dari semua penilaian benar salah. Teritorial paling aman lagi pribadi. Kotak pandora penuh misteri, berisi hasrat dan rahasia terdalam.
Dan inilah kisah cerita hatiku. Isi benak dan pikiranku. Tentang aku, kamu, dan sekitar.
What’s next?
Hey munafik, apa kabarnya?
Hari ini aku tau, ada banyak hal untuk disyukuri. Termasuk kepergianmu.
Tuhanku telah menyelamatkan aku dari pecundang benalu sepertimu.
Tak ada ucapan yang lebih baik, selain kata syukur. Kalimat pujian untuk penciptaku, yang telah membawamu pergi jauh dari hidupku.
Pelajaran berharga memang mahal ongkosnya.
Setelah ini, kira-kira di level berikutnya ada mata pelajaran apa lagi, ya?
Duhai Luka, Lekaslah Sembuh
Tak pernah terbayangkan, manusia paling dicinta akan menghadiahkan luka.
Kotak memori sekarang berisi duri tajam. Hanya ada sakit, pedih, dan air mata di sana.
Satu purnama telah berlalu. Luka ini masih belum sembuh juga.
Mengapa harus menipu? Mengapa harus berbohong? Mengapa tega membodohi? Mengapa begitu jahat? Mengapa brutal sekali memperalatnya?
Tidakkah aku cukup berharga untuk diperlakukan sebagai manusia yang punya hati?
Luka ini masih basah. Sakitnya masih terasa hingga ke tulang sumsum.
Semoga bisa sembuh. Semoga nanti bisa pulih. Semoga akan datang waktunya.
Semoga Kau Puas
Dulu, kukira kau akan menjadi sang juru selamat.
Datangmu tepat ketika aku jatuh dan terluka dalam.
Warnamu mendamaikan jiwa. Menopang aku yang sedang belajar berjalan lagi.
Tak pernah ada sangka buruk dalam benak. Ku selalu melihatmu dari sisi terindah.
Meski nyatanya tak begitu.
Ternyata, kau hempas aku ke jurang yang jauh lebih dalam dan pengap.
Dengan beringas, kau koyak.. Porak poranda luka yang ku punya. Meninggalkan sayatan lebih perih dan menganga.
Entahlah.. Apa aku sanggup meneruskan belajarku, untuk bisa berjalan lagi.
Kau patahkan sayapku. Kau hancurkan kakiku berkeping-keping.
Salah apa aku? Dendam apa yang kau punya?
Hingga menyiksaku sehebat ini.
Tak tersisa cahaya sedikit pun untukku kini. Gelapku semakin pekat dengan hadirmu.
Tapi Tidak Denganmu
Hari ini serangan rentetan peristiwa yang dulu pernah ada, datang kembali.
Kuamati satu-satu. Kucoba selami pesan yang tersisa.
Aku selalu melihatmu sebagai obat. Penawar duka yang kupunya.
Namun, tidak denganmu. Di matamu, aku hanya sebatas objek pemuas.
Aku selalu menjadikanmu yang tercinta. Paling tinggi di dalam kalbu.
Tidak denganmu. Bagimu, aku hanya sebatas sumber penghasilan.
Aku selalu berupaya lebih. Untukmu, segala terbaik yang akan kuberikan.
Tidak denganmu. Aku cuman pengisi waktu luang. Sisa energi dan semua yang tak ada arti.
Aku selalu merasa kau adalah sebuah harap. Bahan bakar yang membuatku terus melangkah dan berjuang.
Tapi tidak denganmu. Untukmu, aku hanyalah sampah busuk yang harus segera dibuang dan dilupakan.
Kau membuat semua sangka menjadi fakta. Bahwa aku tak pernah pantas untuk jadi istimewa.
Sekali tak berharga. Selamanya tak akan punya arti dan nilai.
It Hurts.. So Bad
Bagaimana Bisa
Aku kira kamu baik. Aku selalu mengira kamu sebaik yang kamu ucapkan.
Aku kira kamu tulus. Aku selalu berharap kamu setulus yang kamu lakukan.
Aku tak marah kalau nyatanya, selama puluhan purnama ini kamu diam-diam ada agenda lain.
Aku hanya kecewa. Kecewa mendalam. Mengakar hingga ke dasar hati. Ada luka besar di sana.
“Bagaimana mungkin..”
“Bagaimana bisa..”
Kata-kata itu masih suka bergumam dalam benak. Iya, aku masih tak percaya.
Lelaki hebatku. Sahabat di segala cuacaku. Tak sebaik dan setulus yang aku sangka.
Aku kira, jika sudah berikan segala yang terbaik, akan dibalas hal serupa. Tapi nyatanya, aku hanya sampah bagimu.
Dimanfaatkan habis-habisan, dirusak, lalu dibuang. Sama seperti yang sudah-sudah.
Siapa yang menyangka, dibalik mata cokelat yang teduh itu, tersimpan banyak siasat. Ada otak yang sangat licik.
Aku ingin tau.. Bagaimana caramu bisa tidur tenang setiap malam? Tak ada rasa bersalah sedikit pun?